Blog ieu sekadar carita tentang sim kuring, buku2 nu di baca ku sim kuring, puisi nu kuring karang, sagala paristiwa nu kaalaman.. pokokna mah, simkuring.com!! hahahahahaha ................. *This blog consists of everything I've done. Books were read, what I feel, what I imagined. It tells all about me. Just all about me!! x)))

Premium Blogger Themes - Starting From $10
#Post Title #Post Title #Post Title

Bodoh!!! 'til the end 7

“Halo” suaramu diseberang.
“Aku rasa aku mengerti apa yang terjadi dan siapa…”
Tut—tut—tut
Telepon terputus, bukan karena di tutup olehnya, ataupun tak ada sinyal. Tapi karena kesengajaan dariku. Mobilku berhenti, melihat apa yang ada di depanku.
Porsche hitam, B 1715 IA terparkir di tengah jalan. Plat nomor yang tak asing bagiku. Kubunyikan klakson, lalu sang empunya keluar. “akhirnya kau menemukanku, walau…lambat!”
Aku pun keluar dari mobil. “Kau, memang terlalu lugu sepupuku, atau bodoh?” katanya sambil mendekat pada diriku. Tangan ku mengepal, emosiku mencapai buhul kepala. “saking lugunya, sampai aku tak mengira kau dapat ‘berpacaran’ dengan suamiku! Hah macam mana pula kau! Serigala berbulu domba! Bukankah kau wanita? Berperasaan sama seperti aku? Teganya kau, menggerogoti daging sendiri! AKU SEPUPUMU! Saudaramu! Tak adakah diluar sana yang dapat menggaet hatimu? Kau cantik, masih muda, pintar pula. Mana ada laki-laki yang menolakmu, semua menggilaimu, termasuk suamiku! Tapi mengapa kau memilih suamiku? Jelas-jelas SUAMI! Sudah ada yang punya! M-I-L-I-K-K-U!” Tatapannya tajam, mencemooh, namun tersirat kesedihan yang mendalam. Aku diam, dan hanya bisa diam, kepalan tangan tak lagi sekeras tadi, emosi lenyap bagai bara api tertutup salju. Pantaskah aku berbalik marah? Sepertinya deritanya lebih-lebih dari diriku. Aku bersalah. “Kau tak ayalnya Bapak mu!” tersentak aku bukan kepalang, seketika bara api kembali membara, melelehkan tumpukan salju yang menutupinya. “Mbak! Maksud mbak apa? Nggak usah bawa-bawa orang tua saya! Nggak perlu Mbak menjelek-jelekan Bapak saya, beliau tidak ada sangkutpautnya dengan semua ini!”
“Apa? Tidak ada sangkutpautnya katamu?! Kau memang benar-benar lugu, atau bodoh?” mengerenyit keningku, tak mengerti akan maksudnya.
“Menurut kamu, mengapa orangtua ku selalu ikut campur urusan kamu? Karena mereka, terutama ibuku sangat ingin mendengarmu kalah, menderita. Dari kecil ibuku selalu menekanku, agar lebih unggul darimu dalam berbagai bidang. Menyuruhku belajar lebih dari jam tidurku, les sana-sini, melarangku bermain, demi agar dapat unggul dari mu! Tapi kau selalu beruntung, tak pernah ku dapat menang darimu sekali pun, padahal kau selalu tak pernah serius, dalam apapun, kerjaan nya hanya main - main dan foya-foya. Tak terhitung berapa banyak aku di hukum oleh ibuku karena kalah darimu, saat raport ku lebih rendah darimu, atau ketika aku tak bisa masuk sekolah favorit sepertimu, atau ketika kamu yang dipilih sebagai perwakilan lomba sekolah, bukan aku!”
Aku semakin tak mengerti
“Aku bukanlah anak bagi ibu ku, melainkan mesin pembalas dendam!”
Aku mencona mencerna apa yang ia katakana, tapi tetap tak berujung pangkal.
“Kita dilahirkan sama tahun, hanya beda 3 bulan! Kita dilahirkan layaknya kembar siam! Wajah kita saja hampir mirip, hanya hidung dan dagu mu adalah milik ibu mu, sedang pendeknya badanku bawaan gen ibuku. Ya, kita memang kembar siam, kalau saja dilahirkan dari rahim yang sama. Apa namanya ini? Satu Bapak lain ibu???”
Bukan hanya detak jantungku yang tak ku rasakan, tapi seketika udara jadi begitu berat, tak bisa aku bernafas.
“Kamu memang bodoh. Kamu pikir mengapa kita bisa begitu mirip? Bapakmu meniduri ibuku sebelum meniduri ibumu. Dia pergi begitu saja meninggalkan ibuku yang sedang mengandungku selama 2 bulan dan menikahi ibumu, tak lain hanya karena materi. Beruntung ada yang mau menikahi ibu ketika perut sudah agak terlihat buncit, bapak ku ikhlas menerima ibuku dengan segala keadaanya. Tapi luka di hati itu tak semudah goresan di tepi pantai yang segera hilang terbawa ombak. Terus, terus dan terus, ibu menanamkan api balas dendamnya pada diriku. Tapi bagaimanapun aku berusaha, tak pernah aku bisa melampauimu. Tak pernah sekalipun aku menang darimu, begitu pun cinta. Aku mengikutinya dari belakang, ketika dia tiba-tiba panik melihat kau pergi di acara syukuran anak kami. Suamiku mengejarmu, dan aku membuntutinya. Ku ambil jalan memutar agar tak ada seorang pun di antara kalian menyadari kedatanganku. Hingga sampai di bukit ini, sakit yang ku dapat ketika aku tahu kebenaran yang terucap dari mulut suamiku sendiri. Kubakar bukit ini, ku abukan semua kenangan kalian, sengaja ku menampakkan diri pada kedua jompo itu, agar dia mengira kau yang melakukannya dan melaporkannya ke polisi. Tentu saja mereka tak kan menyadari kalau aku orang yang berbeda. Heran aku dibuatnya, mengapa mereka tak berkata jujur pada polisi. Malah berdalih sedang tidur siang, padahal jelas-jelas kita saling berpandangan. Cihh, kau suap berapa mereka agar bungkam?”
Plakkk…aku layangkan tanganku ke pipinya
“Aku tak pernah melakukan cara kotor untuk mencapai tujuanku. Mungkin itulah yang membedakkan ku darimu, hingga kamu tak pernah bisa menang dariku”
“ huh..Tapi kini, aku tak mau dan tak akan kalah lagi darimu lagi, kini aku yang akan memenangkan permainan ini. Cukup sudah, giliranku yang tampil”
Kemudian kurasakan bau kloroform menyengat memenuhi hidungku, lalu………….gelap.

Entah berapa lama aku tak sadarkan diri, pandanganku masih buram ketika melihat kesekelilingku. Masih tempat yang tadi. Kaki tanganku tak bisa bergerak, terikat pada sebatang pohon. Lalu ku lihat dia membuka bagasi mobil dan mengambil deregen, sepertinya memang sudah dia rencanakan matang-matang semua ini. Kini dia berdiri di hadapanku, “Kalau kau memohon kepadaku untuk memaafkan mu dan berjanji tidak akan muncul lagi di kehidupanku, maka aku akan melepaskanmu”
Aku menatapnya penuh kasihan. Plakkk, dia kembalikan tamparan yang tadi aku berikan, “Apa maksudmu menatapku seperti itu? Saat ini harusnya aku yang kasihan kepadamu! Nyawamu ada di tanganku”
“Nyawaku hanya berada di tangan-Nya dan aku hanya memohon kepadanya”
Api amarah tergambar jelas di matanya sejelas api yang akan diciptanya.
"Biar kau tahu panasnya api yang perlahan melahap wajah cantikmu!” kemudian dia membungkam mulutku dengan selotip, menebarkan bensin ke sekeliling pohon. Yang kulihat adalah tawanya, disusul si jago merah yang mulai mengelilingiku. Kemudian dia berlalu.
Sesak asapnya, menguras oksigen disekelilingku, menyumbat pernafasan, menyurutkan kesadaran. Merah apinya membangkitkan halusinasiku akan dirimu di malam tahun baru itu, merahnya seperti percikan kembang api diantara wajah senyum mu kala itu, indah. Dan kini serasa kulihat bayang dirimu diantara gelora api, aku pun tersenyum. Bahagia karena yang ku lihat terakhir kali adalah dirimu, walau hanya bayang-bayang. Aku pun menutup mata.
-____________________________________________________________________-

Leave a Reply