Blog ieu sekadar carita tentang sim kuring, buku2 nu di baca ku sim kuring, puisi nu kuring karang, sagala paristiwa nu kaalaman.. pokokna mah, simkuring.com!! hahahahahaha ................. *This blog consists of everything I've done. Books were read, what I feel, what I imagined. It tells all about me. Just all about me!! x)))

Premium Blogger Themes - Starting From $10
#Post Title #Post Title #Post Title

Bodoh!!! the end

Ku buka mataku, kulihat buram cahaya putih. Ah, inikah syurga? Sungguh ku tak menyangka, orang hina sepertiku dapat memasukinya, atau kah malaikat maut salah menempatkanku. Lalu kudengar gaduh seiring dengan kesadaranku yang meningkat. Ku lihat orang berbaju putih mendekatiku, menyinariku dengan sinar yang membuat mataku silau.
Lalu kembali suara gaduh. Masih belum jelas pendengaranku, tapi penglihatanku sedikit mulai fokus. Aku ada di rumah sakit. Hah rumah sakit? Aku bertanya pada diriku sendiri. Mimpikah ini? ataukah kejadian tadi yang ku alami itu yang mimpi? Bagai mana bisa aku disini?. Kurasakan nafasku tak sempurna, tabung oksigen rupanya disambungkan ke hidungk. Ku coba menegakkan tubuh, berharap bisa memandang kesekeliling, tapi tak bisa. Hanya bola mata ku gerakkan berputar, berharap luas jangkaun pandangannya, untuk mencari tahu apa yang aku sendiri tak tau apa yang kucari. Dan kulihat orang berbaju hijau mendekatiku, semakin mendekat, kemudian tampak jelas, bahwa itu kau. Aku tak bisa berekspresi, seakan sel-sel syaraf di otakku masih belum tersambung satu sama lain, bingung mencari jalannya masing-masing setelah kekacauan yang terjadi. Aku juga bingung.
Kau tersenyum padaku, aku pun ingin membalas senyum mu, tapi tak bisa. Beku yang kurasakan dalam hatiku. Entah harus bersikap apa kepadamu. Waktu itu, aku tersenyum bahagia melihat dirimu sebelum ku menutup mata. Sekarang setelah ku membuka mata dan yang ku lihat adalah kau, apakah aku harus kembali tersenyum?.

Tiga hari sudah aku tak berkutik di ranjang ini. Sampai akhirnya dokter mengizinkanku pulang. Orangtuaku menjemputku, begitu pula kau dan dia. Ku lihat dia memandangku sekilas, lalu menunduk, malukah?takutkah? aku tak tahu.
“Kamu tuh gimana sih?kok bisa masuk rumah sakit kayak gini?kok bisa luka bakar kayak gini?” Mamih, seperti layaknya ibu-ibu yang lain, langsung nerembel melihat anak gadis nya terluka. Heran, apa jadinya kalau beliau tahu luka di dalam sini? Akan nerembel seperti apa?
“Nggak apa-apa kok mih, ini gara-gara kompor meledug (alasan yang langsung terlintas begitu saja, mengingat lagu Alm.benyamin S. “kompor meledug”)”
“Kompor meledug? Gimana bisa? Memangnya kamu lagi ngapain? Kenapa nggak suruh si bibi aja?” Aku menatap ke papihku, isyarat “please bungkam mulut mamih”.
“Sudahlah Mih, kasihan kan, wong baru sembuh langsung di interogasi. Bo ya nunggu nyampe rumah dulu, begitu” Papih angkat bicara, Mamih pun diam. Aku tersenyum kea rah Papih, tanda terima kasih. Papih dan Mamih pergi duluan ke mobil. Sedang aku sejenak disini, ada yang ingin ku bicarakan kepadamu dan dia.

Dia terus menunduk dan menatapku sesekali, kemudian menunduk lagi, seperti bersungut. “Ehm..” Aku memulai pembicaraan.
“Ke taman yuk, biar enak ngobrolnya” ajak ku. Taman Rumah Sakit, tidak lah besar, tapi cukup indah untuk bersantai sejenak dari ‘sakit’. Kami bertiga, aku, kau dan dia duduk di salah satu kursi yang ada di pojok taman, menghadap air mancur.
“Sungguhpun aku minta maaf pada kalian berdua”
“Kau tak perlu minta maaf, seharusnya kami terutama istriku yang minta maaf kepadamu”
Kata-istriku- yang keluar dari mu, terasa ‘jleb’ pada jantungku. Tak boleh begini, aku harus terbiasa menganggapmu bukan siapa-siapa. Aku teguhkan dalam hati. Kau menyenggol istrimu, berisyarat. Dia pun memandang ke padamu, lalu ke arahku “Maaf” katanya singkat. “Aku rela jika kau mau menyeret dia ke penjara” Kau berkata rela, tapi istrimu yang mendengar itu, kaget bukan kepalang.
“Tak perlulah seperti itu, aku tak ingin melanjutkan rantai kebodohan balas dendam ini, tak kan berujung. Disini pun aku ikut bersalah serta. Aku minta maaf kepada kalian berdua, terutama kau, kakakku. Maaf kan aku yang tak bisa menahan hasrat ini, semoga kau mau memaafkan segalanya, bukan hanya salahku, tapi juga salah Bapakku, semoga kelak kita bisa membuka lembaran baru dengan penuh kasih, tulus. Aku mohon maaf kepadamu” Aku sungkem padanya, entah bagaimana ekspresinya, aku tak peduli. Yang pasti aku benar-benar tulus ingin memperbaiki semua salahanku. Tak ada sambutan apapun darinya. Mungkin hatinya terluka dalam dan terlalu komplikasi, aku mengerti. Aku pun berdiri dan menatapmu. “Disini saatnya, benar-benar kita mengakhiri cerita cinta kita. Ku harap kau bisa menganggapku sebagai adik dan mencinta kakakku, istrimu setulus hatimu, benar-benar karena dia adalah dia, kakakku.” Kau menatapku, seraya berkata tak bisa “Aku tahu akan sulit, tapi perlahan, pasti bisa. Aku ikhlas melepasmu, aku tulus, aku rela. Ku harap kau pun begitu”. Aku tersenyum padamu, lalu pada dia. Kemudian menggenggam tangan mu dan tangannya, dan menyatukan genggaman tangan kalian, seraya melepaskan genggamanku. Aku beranjak pergi meninggalkan kalian berdua, hanya berdua, bayangku pun ikut serta bersamaku.

Aku menangis dalam langkahku,
Terlalu banyak derita telah aku ciptakan.
Sakit ini tak sebanding dengan kebahagiaan yang kau berikan,
Pun dengan yang tersakiti karenanya
Jadi biarkanlah,,cukuplah aku
Aku saja yang menyimpan cinta ini, cinta kita
Biarkan aku sendiri yang mendekapnya erat,
Tak kan ku bagi lagi kepadamu, ataupun yang lainnya
Aku tulus, menyimpan kenangan ini begitu pun
Aku tulus merasakan sakitnya seperti halnya
Aku tulus, mencintaimu.
Cukuplah aku sendiri,
Yang melanjutkan kebodohan ini hingga akhir……

Maafkan ku harus meninggalkanmu,
Maafkan bila hatimu terluka
Tetapi hatiku hanya milikmu
karena kaulah yang terakhir untuk diriku
Ku akan slalu mencintaimu sampai aku tinggalkan dunia ini,
Ketulusanku tak akan berubah walau kita tak mungkin untuk bersatu
selamanya.


Cibaduyut, Bandung
01 Feb’ 2010, 2.16am

(Sengaja namatin tgl segini, hadiah ulang tahun buat Man N&F)

Leave a Reply